Salah satu kebutuhan sosial pada masyarakat dewasa ini adalah kebutuhan untuk diakui keberadaannya. Atau, yang kemudian disebut sebagai kebutuhan akan eksistensi. Kebutuhan akan eksistensi ini penting, seberapa eksis seseorang dalam masyarakat terkadang menjadi sebuah indikator bagaimana seorang berhasil dalam kehidupan sosialnya. Menjadi bagian dari masyarakat, berperan, hadir, dan kemudian diakui.
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan eksistensi ini. Cara dan metode yang dipilih, tentu tergantung bagaimana individu memaknai dirinya sendiri. Seorang penulis atau akademisi misalnya, menyalurkan hasrat dan bentuk eksistensi dalam berbagai karya dalam bentuk tulisan dan pengetahuan yang relevan dengan kajian studinya. Seorang musisi, menyalurkannya dengan lagu-lagu dan rangkaian lirik yang diperdengarkan kepada khalayak. Bahkan seorang gamer ataupun hacker memenuhi kebutuhan tersebut dengan melakukan serangkaian tindakan berupa dominasi terhadap individu atau kelompok lain dalam dunia virtual.
Oleh karenanya, terminologi eksistensi dan bagaimana cara untuk eksis dapat memiliki dimensi dan definisi yang luas, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Namun, ada sebuah kebenaran atau moralitas universal dimana konsep eksistensi tersebut diyakini dan dimaknai secara seragam. Saya merupakan salah dari sekian banyak orang yang mendambakan sebuah “keabadian” melalui berbagai tulisan yang saya tulis. Blog, buku, cerpen, puisi, atau tulisan-tulisan lain yang nantinya masih bisa di baca ketika jasad ini telah pupus, busuk, menyatu dengan tanah. Kendati demikian, saya selalu mempertanyakan kepada diri saya sendiri.
Apa benar tulisan saya akan benar-benar dibaca oleh seseorang?
Apa benar gagasan saya akan selalu diterima?
Apa benar saya tidak akan di lupakan?
Saya terus mempertanyakan apa makna sesungguhnya dari eksistensi. Saya bertemu dengan banyak orang, memaknai kehidupan mereka, meskipun secara sepihak, dan terkadang banyak kesalahan. Namun banyak hal berharga yang bisa saya dapatkan dari sana. Terlepas banyak juga hal kurang berharga yang saya temukan. Tapi itu bukan apa yang ingin kita bahas saat ini.
Terkait pertanyaan tentang apa makna dari sebuah eksistensi yang sesuhngguhnya, eksistensi merupakan bagaimana kita dikenal, kehadiran kita diakui, dan diresapi, menetap dalam lubuk hati yang paling dalam dari tiap-tiap orang. Gagasan bisa usang, tulisan bisa hilang, semua karya yang pernah kita buat bisa lapuk, rusak, dilupakan atau bahkan dibuang karena tak lagi relevan dengan kehidupan di masa depan.
Bagaimana eksistensi kita tetap ada? Ialah bagaimana eksistensi kita memberikan dampak bagi orang lain. Bagaimana setiap apa yang kita lakukan mampu memberikan manfaat bagi orang lain. Hingga, nantinya setiap kesan dan gambaran yang ada pada diri ini mampu ditangkap, diurai dan dimanifestasikan tidak hanya pada bentuk fisik yang rapuh, namun tersimpan jauh dalam relung jiwa setiap orang. Tidak masalah apakah setiap jiwa-jiwa yang mengenang kita perlahan juga akan bergabung dengan tanah, selama mereka akan dibangkitkan bersama kita, maka hati mereka akan bersaksi bagaimana kehadiran dan usaha kita untu membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik. Maka, itulah pencapaian terbesar dalam kehidupan dan makna dari sebuah eksistensi yang sesungguhnya.
Karena saya orang beragama.